Sabtu, 23 Juli 2011

pengembangan mutu guru

PEMBELAJARAN BERMAKNA : UBAH GURUNYA DULU, BARU MURIDNYA.
Selasa, 30 November 2010

Guru hampir tak bisa pernah lelap tidur, zaman berputar, dan teknologi selalu mati muda. Itulah yang terjadi ketika manusia menggunakan “mesin dahsyatnya”, berupa otak yang cerdik untuk selalu dan selalu berkreasi, inovasi ke dalam ranah teknologi.
Pembelajaran dengan segenap metodenya, yang beriringan dengan modelnya penyajian, adalah salah satu serpihan teknologi, yakni teknologi pembelajaran. Kini karya-karya unggul bidang pembelajaran muncul, konsekuensinya adalah lahirlah terminology alias istilah-istilah baru. Dalam proses pembelajaran, dari paradigma, model dan penerapannya, juga disentuh oleh kemajuan itu. Akhirnya orang mengenal istilah-istilah ini, mulai dari Quantum Teaching, Quantum Learning, Cooperative Learning, hingga Contextual Teaching Learning. Istilah yang kadang bikin pening, kadang pula juga mengundang tanggapan miring, adalah suatu realita yang menuntut adanya daya suai bagi profesi Guru. Rupanya hal itu menuntut suatu keharusan, dengan kata lain, Guru harus berubah. Pertanyaannya sudah siapkah sang Guru, merubah beton-beton mental yang telah lama membatu, dan sudah menjadi jati diri.
Teknologi secanggih apa pun tak akan mampu diaplikasi, ketika manusia sebagai aktornya enggan merubah mentalitasnya.
Hari ini kita dalam wahana sosialisasi, yang akan mengangkat sebuah materi pembelajaran bermakna, namun jika mentalitas kita memberi jawaban enggan berubah, maka wahana sosialisasi ini tidak memiliki arti.
MENGUBAH MENTALITAS YANG TERLANJUR BEKU & MEMBATU

Hadirnya sesuatu yang baru, serta merta membelah sikap mental seorang-orang, ada yang setuju, ada yang pula menggerutu. Sosialisasi kalau ini memiliki maksud untuk menjebatani belahan sikap tadi. Seperti lahirnya “PEMBELAJARAN BERMAKNA”, yang kini akan kita dicerna bersama, kita kunyah-kunyah berjama’ah. Kadang mengundang pertanyaan yang sangat menyeramkan, apakah selama ini pembelajaran tidak bermakna ?. Apakah pembelajaran yang kita lakukan selama ini sia-sia?. Tentu itu tidak benar. Pembelajaran yang kita lakukan sudah benar, namun kemajuan teknologilah yang menstimuli kita untuk beradaptasi, artinya mengadaptasikan proses pembelajaran sesuai zaman.
Bagaimana dengan profesi kita?, Tentunya yang harus kita kedepankan saat ini adalah kerelaan kita untuk berubah.
Model pembelajaran, adalah sebuah metodologi, atau sarana, lebih kasar kita sebut “alat” atau “piranti”. Guru adalah seorang profesionalis yang menjalankan fungsi-fungsinya dengan menggunakan metodologi, kendatipun aturan telah dicanangkan, namun sikap mental masih pada pusaran yang rentan berubah, maka segalanya menjadi kalah dan “mentah”
Kuncinya adalah, saat ini kita harus berubah. Dari paradigma lama menju yang baru.
MODAL MENGGAPAI PARADIGMA BARU

Seorang Guru pasti memahami istilah yang satu ini. “Learning Process”. Manusia bisa berubah dan menerima paradigma baru, tidak serta merta. Tapi perlu tahapan. Tahapan itu adalah, “Know”, “Believe”, “Attitude”, “Behavior”, “Habit” dan ” Culture”.
Know:
Semua stimuli dari akibat interaksi kita dan lingkungan, akan menjadi bahan dasar untuk mengetahui sesuatu, dan selanjutnya berfungsi untuk memicu munculnya perilaku. Workshop kali ini adalah wahana menstimuli, agar meransang munculnya perilaku baru.
Yakni menerima atau menolak, setuju dengan pembelajaran bermakna atau tidak
Believe:
Setelah kita mengetahui sesuatu yang baru, yang sudah disaring oleh keyakinan kita. Keyakinan yang bersumber dari nilai-nilai yang terbentuk di lingkungan. Jika hal itu bermakna, maka kita pasti menerimanya.
Attitude :
Sinergi antara apa yang kita ketahui dengan apa yang kita yakini, dan akhirnya membuahkan perilaku. Hebatnya, metodologi yang baru, apakah Quantum Teaching, Learning, atau Cooperative leraning. Jika Guru tidak yakin akan hal itu, maka hampir dipastikan tidak akan lahir perilaku yang baru.
Behavior :
Perilaku yang ditampilkan oleh seorang Guru, adalah akumulasi dari Know, believe dan Attitude. Ketiga paduan tersebut, acapkali disebut sebagai “software”, sedangkan behavior adalah ‘hardwarenya” Jika seorang Guru dalam memahami pembelajaran bermakna tidak melalui proses know, believe, hingga attitude, maka bekerjanya akan setengah hati.
Habit :
Perilaku yang didemonstrasikan secara konsisten adalah kebiasaan [habit], merupakan bentuk kristalisasi perilaku. Jika hal ini terbentuk, maka Pembelajaran Bermakna, akan menjadi santapan, alias menu utama Guru. Semuanya akan menjadi jalan tanpa hambatan, metode pembelajaran ini kan popular, setara film “ayat-ayat cinta”
Cultutre:
Budaya adalah cerminan dari nilai-nilai yang diketahui dan diyakini. Budaya merupakan pemantapan dari kebiasaan [habit]. Pada tahapan inilah, perilaku seorang-orang sudah melekat dan sulit untuk diubah kembali, kendati ada nilai-nilai yang baru.
Jika ada intervensi nilai yang baru, harus melalui “Learning Process”. Pengalaman yang kita tarik dari pemahaman ini adalah, bahwa workshop ini, tidak serta merta langsung berubah budaya yang sudah membatu dan membeku. Namun tersimpan sebuah kesadaran, yang menyatakan bahwa workshop kali ini adalah utaian dari “learning process“
MEMBANGUN ABILITY TO RESPONSE
Guru juga manusia “. Manusia yang memiliki kemampuan untuk menanggapi adalah manusia yang mampu mengendalikan kehidupannya, sehingga dia mampu menentukan tindakannya sendiri. Terkait dengan profesi seorang Guru, maka dalam membangun citranya sedikitnya, ada lima kemampuan yang harus dikantongi.
Kemampuan-kemampuan itu adalah:
• Ability to fact [kemampuan memahami fakta]
• Ability to basic knowledge [kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan]
• Ablity to evaluation [kemampuan mengevaluasi]
• Ability to analysis [kemampuan analisis]
• Ability to response [kemampuan menanggapi]. adalah kemampuan yang muncul, akibat kemampuan-kemampuan lainnya, seperti: kemampuan memahami fakta; kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan, kemampuan evaluasi dan kemampuan analisis]
Ability to fact [kemampuan memahami fakta];
Jika kemampuan ini telah ada pada diri seorang Guru, maka pengalaman empirinya yang akan mengendalikan apakah sesuatu itu yang diterima inderanya memiliki nilai-nilai manfaat. Jika hal itu tidak menjadikan sebuah ancaman bagi dirinya, dan justru memiliki manfaat besar bagi dirinya, maka akan diterimanya.
Apakah Pembelajaran Bermakna itu, sebuah ancaman bagi eksistensi profesi, atau justru itu membantu Guru ?. Kemampuan inilah yang mengendalikannya.
• Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, karena fakta telah menunjukkan eksistensinya
Ability to basic knowledge [kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan]
Guru hampir semuanya telah memiliki kemampuan ini, tidak ada seorang pun yang mengatakan tidak. Semua Guru telah memilikinya, telah menyadarinya, dan merupakan bagian dari profesinya.
“Jika” selalu diikuti “Maka”. Jika seorang Guru enggan mengubah paradigmanya, maka akan disisihkan oleh zaman.
Hadirnya pengetahuan baru, model pembelajaran baru, tidak harus ditunggu, tapi diantisipasi.
• Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, karena pengetahuan telah mengawalnya.
Ability to evaluation [kemampuan mengevaluasi]
Kemampuan ini adalah, bagian yang melekat pada profesi Guru. Setiap berpikir bertindak, dan berperilaku selalu mengedepankan kemampuan ini. Tentunya ketika menjalankan profesinya, seorang Guru selalu memberikan pertimbangan akan manfaat, dan keruginya. Menimbang kemungkinan risiko yang dihadapinya. Hadirnya model pembelajaran baru, hampir dipastikan merupakan “rekayasa nilai-nilai” [reengineering] atas model pembelajaran yang lama.
• Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, tidak perlu diragukan lagi, karena merupakan rekayasa nilai-nilai atau metode yang mendahuluinya.
Ability to Analysis [kemampuan analisa]
Merupakan kemampuan dalam mengurai permasalahan secara detil, dan menggunakan berbagai dimensi ketika memandang sesuatu masalah. Guru sadar atau tidak telah lama memiliki dan menggunakannya. Guru setiap menjalankan profesinya, selalu melakukan tahapan ini. Bahkan Guru-guru telah lama melakukan Penelitian Tindakan Kelas [PTK], jauh sebelum PTK se-populer saat ini. Saat ini PTK populernya hampir menyamai seorang artis seperti Kridayanti. Namun Guru tidak mampu menuliskannya, kedalam bahasa tulis ilmiah.
Kalau di analisa lebih tajam, sebenarnya Guru-guru telah lama mengaplikasikan berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan zamanya, termasuk metode pembelajaran bermakna. Namun Guru masih ragu apakah yang dilakukan itu telah memenuhi kaidah bermakna.
• Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, karena yang sebenarnya Guru-guru telah lama melakukannya, tetapi ada keraguan apakah yang dilukukan itu, Pembelajaran yang bermakna.
Ability to response [Kemampuan menaggapi]
Adalah kemampuan yang muncul, akibat kemampuan-kemampuan lainnya, seperti: kemampuan memahami fakta; kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan, kemampuan evaluasi dan kemampuan analisis.
Bagi profesi seorang Guru, kemampuan managgapai adalah citra diri dalam melihat dirinya [self image].
Detilnya antara lain:
1. Kemampuan dalam memahami kompetensi [competency]
2. Kemampuan untuk meciptakan visi [Vision] sebagi harapan dan cita-cita
3. Kemampuan untuk memberikan makna pada hidupnya yang diwujudkan dalam bentuk pemaknaan misi [Mission] hidupnya
4. Kemamuan menggunkan kompetensinya untuk mewujudkan visi dan misinya dalam bentuk strategi yang dijalankan
5. Kemampuan menterjemahkan strategi sebagai aksi.
6. Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus respon secara positif, karena kompetensi Guru, yang didalamnya menggambarkan Visi, Misi, Startegi, dan Aksi. Semuanya adalah bagian dari kekuatan atau potensi profesi.
MENGAPA PEMBELAJARAN BERMAKNA

Kita diingatkan oleh adigium yang dibangun dari reklame minuman.
Pertama: Kapan saja, Dimana, saja “Minum” Metode Pembelajaran Bermakna
Kedua: Apapun “makanan” model pembelajarannya , “minumnya” model pembelajaran bermakna.
Tapi mengapa model pembelajaran bermakna ?
Tentunya harus dikembalikan pada fakta sebenarnya, karena jika dilacak sebuah pembelajaran harus diindikasikan pada tingkatan yang kondusif, menyenangkan, dan kontekstual.
Mencuplik dari buku “Menggagas Pendidikan Bermakna”, buah pikir Prof. Muchlas Samani, bahwa apapun model pembelajaran, maka harus bermakna [meaningful learning]. David Ausubel, adalah seorang orang ahli psikologi pendidikan, menurut Ausubel [1966] bahan pelajaran yang dipelajari harus “bermakna’ [meaning full]. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah sipelajari dan dingat siswa.
Suparno [1997] mengatakan, pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seorang-orang yang sedang dalam proses pembelajaan. Pembelajaran bermakan terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimilki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, factor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran bermakna, adalah pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran yang menyenangkan, akan memiliki keunggulan dalam meraup segenap informasi secara utuh, konsekuensi akhirnya adalah meningkatkan kemampuan siswa.
Anlogi seperti yang ditulis oleh Taufiq Pasiak, dalam penelitiannya terhapad tikus yang mendapat perlakuan penekanan[stressor] dan tikus yang enjoy [tanpa stressor]. Hasil penelitian menujukkan bahwa intervensi dari luar [berupa stressor] akan mengubah struktur otak , terutama pada kadar reseptor dan neurotransmitter. Ringkasanya perlakuan stresoor [tidak] menyenangkan akan menurunkan kemampuan tangkapannya.
Sejalan dari pemikiran itu Bobbi DePorter, mengenalkan lompatan pembelajaran yang menyegarkan dan menyenangkan. Dengan mengubah energi potensial siswa menjadi cahaya, menjadikan semuanya bermakna. Oleh karenanya motede pembelajaran yang dikreasi Bobbi, memberikan jargon, T-A-N-D-U-R dan AMBAK.
Berikut kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR
1. TUMBUHKAN. Tumbuh- kan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU ” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar
2. ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar
3. NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”
4. DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu”
5. ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”.
6. RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
KAPAN KITA MENGGUNAKAN

Revolusi cara belajar mengubah segalannya, ketika citarasa yang menyenangkan menjadi atmosfir pembelajaran bermakna. Maka ketika menerapkaj harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah tertentu. “Warung Jamu”, adalah sebuah kaidah yang merupakan kepanjangan dari WAktu-RUaNG-JumlAh dan MUtu. Makna Warung Jamu adalah dimennsi ukur yang harus diperhatikan, ketika seorang Guru melakukan pembelajaran.
• Kapan [waktu], kita melalukan pembelajaran
• Pada rentangan bagaimana atau pada kondisi yang bagaimana [ruang], kita melakukan pembelajaran
• Kuantitas audience [jumlah]
• Kualitas yang diharapkan [mutu]
Sejalan dengan kaidah tersebut, kita diingatkan pula dengan kaidah “ABCD” –[Audience, Behavior, Condition and Degree]. Kaidah inilah, bagaikan bintang pengarah para guru untuk memilih metode pembelajaran yang EER[ Efektif, Efisien dan Rasional].
Saat ini terjadi revolusi pembelajaran, yang mengenarasi banyak metode pembelajaran, namun kita dicermati adalah berubahnya paradigma pembelajaran. Dari Guru sebagai pusat pembelajaran, atau semuanya sangat ditentutkan dari atas “driver company”, menuju pembelajaran yang memberikan ruang gerak secara utuh dan menyeluruh pada siswanya “driver customer“. Paradigma inilah yang menuntut setiap Guru untuk cermat dalam memilih metode pembelajaran. Tentunya metode pembelajaran Bermakna
PUSTAKA PEMBERI NUANSA:
• Barbara K. Given [2007]. Brain Based Teaching [Merancang Kegiatan Belajar Mengajar yang Melibatkan Otak Emotional, Sosial, Kognitif, Kinetetis, dan Reflektif]. Penerbit Kaifa Bandung.
• Ijoni [2007]. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Penerbit Alfabeta Bandung.
• Muchlas Samani [2007]. Pendidikan Bermakna: integrasi Life Skill-KBK-CTL-MBS, Penerbit SIC Surabaya
• Suprano,P.[1997]. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Penerbit Kanisius Yogyakarta.
• Yosi Novian dan Faqih Syarif [2008]. Quantum Quotient, Learning Behavior, Ability To Respones & Training, PT Jaya Pustaka Media Utama, Surabaya
13 faktor keberhasilan kepala sekolah mengembangkan prestasi belajar siswa
Rabu, 24 November 2010

Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukannya, Southern Regional Education Board (SREB) telah mengidentifikasi 13 faktor kritis terkait dengan keberhasilan kepala sekolah dalam mengembangkan prestasi belajar siswa. Ketigabelas faktor tersebut adalah:
1. Menciptakan misi yang terfokus pada upaya peningkatan prestasi belajar siswa, melalui praktik kurikulum dan pembelajaran yang memungkinkan terciptanya peningkatan prestasi belajar siswa.
2. Ekspektasi yang tinggi bagi semua siswa dalam mempelajari bahan pelajaran pada level yang lebih tinggi.
3. Menghargai dan mendorong implementasi praktik pembelajaran yang baik, sehingga dapat memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Memahami bagaimana memimpin organisasi sekolah, dimana seluruh guru dan staf dapat memahami dan peduli terhadap siswanya.
5. Memanfaatkan data untuk memprakarsai upaya peningkatan prestasi belajar siswa dan praktik pendidikan di sekolah maupun di kelas secara terus menerus.
6. Menjaga agar setiap orang dapat memfokuskan pada prestasi belajar siswa.
7. Menjadikan para orang tua sebagai mitra dan membangun kolaborasi untuk kepentingan pendidikan siswa.
8. Memahami proses perubahan dan memiliki kepemimpinan untuk dapat mengelola dan memfasilitasi perubahan tersebut secara efektif.
9. Memahami bagaimana orang dewasa belajar (baca: guru dan staf) serta mengetahui bagaimana upaya meningkatkan perubahan yang bermakna sehingga terbentuk kualitas pengembangan profesi secara berkelanjutan untuk kepentingan siswa.
10. Memanfaatkan dan mengelola waktu untuk mencapai tujuan dan sasaran peningkatan sekolah melalui cara-cara yang inovatif.
11. Memperoleh dan memanfaatkan berbagai sumber daya secara bijak.
12. Mencari dan memperoleh dukungan dari pemerintah, tokoh masyarakat dan orang tua untuk berbagai agenda peningkatan sekolah.
13. Belajar secara terus menerus dan bekerja sama dengan rekan sejawat untuk mengembangkan riset baru dan berbagai praktik pendidikan yang telah terbukti.
Sumber:
adaptasi dari : The Principal Internship:How Can We Get It Right? www.sreb.org
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/20/menjadi-kepala-sekolah-yang-efektif
Pembelajaran aktif (active learning)
Minggu, 23 Mei 2010
Pembelajaran aktif (active learning) tampaknya telah menjadi pilihan utama dalam praktik pendidikan saat ini. Di Indonesia, gerakan pembelajaran aktif ini terasa semakin mengemuka bersamaan dengan upaya mereformasi pendidikan nasional, sekitar akhir tahun 90-an. Gerakan perubahan ini terus berlanjut hingga sekarang dan para guru terus menerus didorong untuk dapat menerapkan konsep pembelajaran aktif dalam setiap praktik pembelajaran siswanya.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa inti dari reformasi pendidikan ini justru terletak pada perubahan paradigma pembelajaran dari model pembelajaran pasif ke model pembelajaran aktif.
Merujuk pada pemikiran L. Dee Fink dalam sebuah tulisannya yang berjudul Active Learning, di bawah ini akan diuraikan konsep dasar pembelajaran aktif. Menurut L. Dee Fink, pembelajaran aktif terdiri dari dua komponen utama yaitu: unsur pengalaman (experience), meliputi kegiatan melakukan (doing) dan pengamatan (obeserving) dan dialogue, meliputi dialog dengan diri sendiri (self) dan dialog dengan orang lain (others)

Dialog dengan Diri (Dialogue with Self) :
Dialog dengan diri adalah bentuk belajar dimana para siswa melakukan berfikir reflektif mengenai suatu topik. Mereka bertanya pada diri sendiri, apa yang sedang atau harus dipikirkan, apa yang mereka rasakan dari topik yang dipelajarinya. Mereka “memikirkan tentang pemikirannya sendiri, (thinking about my own thinking)”, dalam cakupan pertanyaan yang lebih luas, dan tidak hanya berkaitan dengan aspek kognitif semata.
Dialog dengan orang lain (Dialogue with Others) :
Dalam pembelajaran tradisional, ketika siswa membaca buku teks atau mendengarkan ceramah, pada dasarnya mereka sedang berdialog dengan “mendengarkan” dari orang lain (guru, penulis buku), tetapi sifatnya sangat terbatas karena didalamnya tidak terjadi balikan dan pertukaran pemikiran. L. Dee Fink menyebutnya sebagai “partial dialogue“
Bentuk lain dari dialog yang lebih dinamis adalah dengan membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil (small group), dimana para siswa dapat berdiskusi mengenai topik-topik pelajaran secara intensif. Lebih dari itu., untuk melibatkan siswa ke dalam situasi dialog tertentu, guru dapat mengembangkan cara-cara kreatif, misalnya mengajak siswa untuk berdialog dengan praktisi, ahli, dan sebagainya. baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas, melalui interaksi langsung atau secara tertulis.
Mengamati (Observing) :
Kegiatan ini terjadi dimana para siswa dapat melihat dan mendengarkan ketika orang lain “melakukan sesuatu (doing something)” , terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya. Misalnya, mengamati guru sedang melakukan sesuatu. Guru olah raga yang sedang memperagakan cara menendang bola yang baik, guru komputer yang sedang membelajarkan cara-cara browsing di internet, dan sebagainya,
Selain mengamati peragaan yang ditampilkan gurunya, siswa juga dapat diajak untuk mendengarkan dan melihat dari orang lain, misalnya menyaksikan penampilan bagaimana cara kerja seorang dokter ketika sedang mengobati pasiennya, menyaksikan seorang musisi sedang memperagakan kemahirannya dalam memainkan alat musik gitar, dan sebagainya. Begitu juga siswa dapat diajak untuk mengamati fenomena-fenomena lain, terkait dengan topik yang sedang dipelajari, misalnya fenomena alam, sosial, atau budaya.
Tindakan mengamati dapat dilakukan secara “langsung” atau “tidak langsung”. Pengamatan langsung artinya siswa diajak mengamati kegiatan atau situasi nyata secara langsung. Misalnya, untuk mempelajari seluk beluk kehidupan di bank, siswa dapat diajak langsung mengunjungi bank-bank yang ada di daerahnya. Sedangkan pengamatan tidak langsung, siswa diajak melakukan pengamatan terhadap situasi atau kegiatan melalui simulasi dari situasi nyata, studi kasus atau diajak menonton film (video). Misalnya unruk mempelajari seluk beluk kehidupan di bank, siswa dapat diajak menyaksikan video tentang situasi kehidupan di sebuah bank.
Melakukan (Doing):
Kegiatan ini menunjuk pada proses pembelajaran di mana siswa benar-benar melakukan sesuatu secara nyata. Misalnya, membuat desain bendungan (bidang teknik), mendesain atau melakukan eksperimen (bidang ilmu-ilmu alam dan sosial), menyelidiki sumber-sumber sejarah lokal (sejarah), membuat presentasi lisan, membuat cerpen dan puisi (bidang bahasa) dan sebagainya. Sama halnya dengan mengamati (observing), kegiatan “melakukan” dapat dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung
Terkait dengan upaya mengimplementasikan konsep di atas, L. Dee Fink menyampaikan 3 (tiga) saran, sebagai berikut:
1. Memperluas jenis pengalaman belajar.
• Buatlah kelompok-kelompok kecil siswa dan meminta mereka membuat keputusan atau menjawab sebuah pertanyaan terfokus secara berkala.
• Temukan cara agar siswa dapat terlibat dalam berbagai dialog otentik dengan orang lain, di luar teman-teman sekelasnya (di website, melalui email, atau dalam kehidupan nyata).
• Dorong siswa untuk membuat jurnal pembelajaran atau portofolio belajar. Guru dapat meminta para siswa untuk menuliskan tentang apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa peran pengetahuan yang dipelajarinya untuk kehidupan mereka sendiri, bagaimana hal ini membuat mereka merasa, dan sebagainya.
• Temukan cara untuk membantu siswa agar dapat mengamati sesuatu yang ingin dipelajarinya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
• Temukan cara yang memungkinkan siswa untuk benar-benar melakukan sesuatu yang dipelajarinya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Mengambil manfaat dari “Power of Interaction.”
Dari keempat bentuk belajar di atas, masing-masing memiliki nilai tersendiri, tetapi apabila keempat bentuk belajar tersebut (Dialogue with Self, Dialogue with Others, Observing, dan Doing) dikombinasikan secara tepat, maka akan dapat memberikan efek belajar yang lebih kaya kepada para siswa.
Para pendukung Problem-Based Learning menyarankan kepada para guru untuk mengawalinya dengan kegiatan “Doing”, dimana guru terlebih dahulu mengajukan berbagai masalah nyata (real problem) untuk diselesaikan oleh siswanya. Kemudian, siswa diminta untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan rekan-rekan sekelompoknya (Dialogue with Others) untuk menemukan cara-cara terbaik guna memecahkan masalah nyata yang telah diajukan. Setelah para siswa saling berkomunikasi dan berkonsultasi, selanjutnya para siswa akan melakukan berbagai macam bentuk belajar sesuai pilihannya, termasuk didalamnya melakukan Dialogue with Self dan Observing.
3. Membuat dialektika antara pengalaman dan dialog.
Melalui pengalaman (baik melalui doing dan observing) siswa memperoleh perspektif baru tentang apa yang benar (keyakinan) dan apa yang baik (nilai). Sementara melalui dialog dapat membantu siswa untuk mengkonstruksi berbagai makna dan pemahamannya.
Untuk menyempurnakan prinsip interaksi sebagaimana dijelaskan di atas yaitu dengan melakukan dialektika antara kedua komponen tersebut. Dalam hal ini, secara kreatif guru dapat mengkonfigurasi dialektika antara pengalaman baru yang kaya dan mendalam dengan dialog yang bermakna, sehingga pada akhirnya siswa benar-benar dapat memperoleh pengalaman belajar yang signifikan dan bermakna
sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
Teori Kebutuhan Maslow dan Aplikasinya di Sekolah
Sabtu, 22 Mei 2010

Pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu sudah dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.
Berikut ini ringkasan tentang beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow.
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis:
• Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis.
• Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat
• Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.
• Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif.
2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
• Sikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
• Adanya ekspektasi yang konsisten
• Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil.
• Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
a. Hubungan Guru dengan Siswa:
• Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
• Guru dapat menerapkan pembelajaran individua dan dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya)
• Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif.
• Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya.
• Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya.
b. Hubungan Siswa dengan Siswa:
• Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya di antara siswa
• Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian.
• Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran.
• Sekolah mengembangkan tutor sebaya
• Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam.
4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:
a. Mengembangkan Harga Diri Siswa
• Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya (scaffolding)
• Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa
• Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa
• Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi
• Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan
• Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung jawab.
• Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum.
b. Penghargaan dari pihak lain
• Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
• Mengembangkan program “star of the week”
• Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa.
• Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.
• Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri.
c. Pengetahuan dan Pemahaman
• Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
• Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry
• Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam
• Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir filosofis dan berdiskusi.
d. Estetik
• Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik
• Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.
• Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan
• Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah
• Ruangan yang bersih dan wangi
• Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah
5. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri
• Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang terbaiknya
• Memberikan kekebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya
• Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.
• Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif siswa.
• Melibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan “self expressive” dan kreatif
Mengembangkan Aktivitas, Kreativitas dan Motivasi Siswa
Sabtu, 22 Mei 2010

Gibbs, E. Mulyasa (2003) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah:
1. Dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut;
2. Memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah;
3. Melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;
4. Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter;
5. Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Sementara itu, Widada (1994) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut :
1. Self esteem approach; guru memperhatikan pengembangan self esteem (kesadaran akan harga diri) siswa.
2. Creative approach; guru mengembangkan problem solving, brain storming, inquiry, dan role playing.
3. Value clarification and moral development approach; guru mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan holistik dan humanistik untuk mengembangkan segenap potensi siswa menuju tercapainya self actualization, dalam situasi ini pengembangan intelektual siswa akan mengiringi pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, termasuk dalam hal etik dan moral.
4. Multiple talent approach; guru mengupayakan pengembangan seluruh potensi siswa untuk membangun self concept yang menunjang kesehatan mental.
5. Inquiry approach; guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah serta meningkatkan potensi intelektualnya.
6. Pictorial riddle approach; guru mengembangkan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil guna membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
7. Synetics approach; guru lebih memusatkan perhatian pada kompetensi siswa untuk mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka inteligensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan kegiatan yang tidak rasional, kemudian berkembang menuju penemuan dan pemecahan masalah secara rasional.
Sedangkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, menurut E. Mulyasa (2003) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa siswa akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya;
2. Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada siswa sehingga mereka mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. Siswa juga dilibatkan dalam penyusunan tersebut;
3. Siswa harus selalu diberitahu tentang hasil belajarnya;
4. Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan;
5. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa;
6. Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual siswa, seperti : perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu;
7. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa guru peduli terhadap mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.
embelajaran Remedial dalam KTSP
Rabu, 23 Juni 2010

Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut pasti dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah belajar. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran remedial atau perbaikan.
B. Hakikat Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas 22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer, multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.
Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik.
Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial.
C.Prinsip Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:
1. Adaptif
Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.
2. Interaktif
Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.
3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian
Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin
Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik.
5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan
Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.
D. Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial.
1. Diagnosis Kesulitan Belajar
a. Tujuan
Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.
• Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik yang kurang perhatian di saat mengikuti pembelajaran.
• Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang mengalami gangguan belajar yang berasal dari luar diri peserta didik, misalnya faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dsb.
• Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang mengalami ketunaan pada diri mereka, misalnya tuna rungu, tuna netra¸tuna daksa, dsb.
b. Teknik
Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb.
• Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan.
• Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.
• Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik.
• Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik.
2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain:
• Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat.
• Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual. Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan.
• Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus. Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Peserta didik perlu diberi latihan intensif (drill) untuk membantu menguasai kompetensi yang ditetapkan.
• Pemanfaatan tutor sebaya. Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab.
3. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Terdapat beberapa alternatif berkenaan dengan waktu atau kapan pembelajaran remedial dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul, apakah pembelajaran remedial diberikan pada setiap akhir ulangan harian, mingguan, akhir bulan, tengah semester, atau akhir semester. Ataukah pembelajaran remedial itu diberikan setelah peserta didik mempelajari SK atau KD tertentu? Pembelajaran remedial dapat diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu. Namun karena dalam setiap SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik untuk melaksanakan pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu. Mengingat indikator keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan dalam mencapai SK yang terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial dapat juga diberikan setelah peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari beberapa KD. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SK merupakan satu kebulatan kemampuan yang terdiri dari beberapa KD. Mereka yang belum mencapai penguasaan SK tertentu perlu mengikuti program pembelajaran remedial.
Hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi melalui penilaian diperoleh dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses diperoleh melalui postes, tes kinerja, observasi dan lain-lain. Sedangkan penilaian hasil diperoleh melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.
Adaptasi dan disarikan dari :
Depdiknas. 2008. Sistem Penilaian KTSP: Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Remedia

Rabu, 20 Juli 2011

modul ekonomi xi

PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN
Oleh: Moch Faizin, SE, M.Si


A. PENGANGGURAN

Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.

I. JENIS-JENIS PENGANGGURAN

Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

1. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2. Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :

Akibat permintaan berkurang
Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
Akibat kebijakan pemerintah

c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
e. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
f. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).

II. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENGGANGURAN

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:

1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.

2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang

3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.

4. Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia
5. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.


III. DAMPAK-DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP PEREKONOMIAN

Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi , yaitu:

a. Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
 Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
 Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
 Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
b. Dampak pengangguran terhadap Individu yang Meng-alaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
 Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
 Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
 Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.

IV. KEBIJAKAN – KEBIJAKAN PENGANGGURAN

Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sbb :
 Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
1. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
2. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
4. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
 Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya
2. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
3. Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector formal lainnya
5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
 Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
1. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain, dan
2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
 Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
1. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
2. Meningkatkan daya beli Masyarakat.













B. KEMISKINAN

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.

I. JENIS-JENIS KEMISKINAN DAN DEFINISINYA
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut
 Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.
 Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

II. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan
 Tingkat dan laju pertumbuhan output
 Tingkat upah neto
 Distribusi pendapatan
 Kesempatan kerja
 Tingkat inflasi
 Pajak dan subsidi
 Investasi
 Alokasi serta kualitas SDA
 Ketersediaan fasilitas umum
 Penggunaan teknologi
 Tingkat dan jenis pendidikan
 Kondisi fisik dan alam
 Politik
 Bencana alam
 Peperangan


III. KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1. pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2. Pemerintahan yang baik (good governance)
3. Pembangunan sosial

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a. Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b. Intervensi jangka menengah dan panjang
o Pembangunan sektor swasta
o Kerjasama regional
o APBN dan administrasi
o Desentralisasi
o Pendidikan dan Kesehatan
o Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan













KESEMPATAN KERJA

A. PENGERTIAN KESEMPATAN KERJA
Kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang menggambarkan ketersediaan pekerjaan untuk diisi oleh para pencari kerja. Namun bias diartikan juga sebagai permintaan atas tenaga kerja.

Tenaga kerja memegang peranan yang sangat penting dalam roda perekonomian suatu negara, karena:
1. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi.
2. Sumber Daya Alam.
3. Kewiraswastaan.

Tenaga kerja juga penting dilihat dari segi kesejahteraan masyarakat. Adapula masalah yang ditimbulkan dari banyaknya tenaga kerja:
1. Masalah-masalah perluasan kesempatan kerja.
2. Pendidikan yang dimiliki angkatan kerja.
3. Pengangguran.

Sumitro Djojohadikusumo mendefinisikan angkatan kerja sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Faktor-faktor yang menentukan angkatan kerja menurut Sumitro diantaranya:
a. Jumlah dan sebaran usia penduduk.
b. Pengaruh keaktifan bersekolah terhadap penduduk berusia muda.
c. Peranan kaum wanita dalam perekonomian.
d. Pertambahan penduduk yang tinggi.
e. Meningkatnya jaminan kesehatan.
B. JUMLAH PENDUDUK, KESEMPATAN KERJA, DAN PENGANGGURAN
Jumlah penduduk yang besar pada dasarnya merupakan potensi yang sangat berharga ditinjau dari segi tenaga kerja, jika dapat didayagunakan dengan baik, penduduk yang sangat banyak dan memiliki keterampilan ini merupakan potensi yang berharga. Jumlah penduduk yang besar dan tidak memiliki keterampilan ini adalah kerugiannya yang dapat menyebabkan pengangguran di mana-mana.

Hal yang diharapkan kesempatan seimbang dengan angkatan kerja tetapi hal ini tidak terwujud. Beberapa teori tentang “Dapatkah kesempatan kerja menampung seluruh angkatan kerja?”
• Menurut kaum klasik, jika terjadi pengangguran dalam suatu negara, itu berarti penawaran tenaga kerja lebih besar daripada permintaan tenaga kerja.
• Keynes, penggunaan tenaga kerja secara penuh jarang sekali terjadi.

Pengangguran dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
 Pengangguran terselubung (Disguissed Unemployment)
 Setengah menganggur (Under Unemployment)
 Pengangguran terbuka (Open Unemployment)













C. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENGANGGURAN
1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja.
Maksudnya adalah kondisi dimana jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia, karena kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang.
Upah tenaga kerja tidak terdidik di sekitar pertanian cenderung lebih rendah daripada upah tenaga kerja yang sama diluar sektor pertanian. Dengan demikian, terjadi perbedaan mutu tenaga kerja antara sektor pertanian dan sektor yang lain.
3. Kebutuhan jumlah dan Jenis Tenaga Terdidik dan Penyediaan Tenaga Terdidik Tidak Seimbang.
Besarnya kesempatan kerja belum tentu menjamin tidak terjadi pengangguran, karena belum tentu terjadi kesesuaian tingkat pendidikan yang dibutuhkan dengan yang tersedia. Hal ini dapat mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan yang tersedia.
4. Adanya Kecenderungan Semakin Meningkatnya Peranan dan Aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam Seluruh Struktur Angkatan Kerja Indonesia.
Dalam Repelita V, diperkirakan 47.5%-nya adalah tenaga kerja wanita.
5. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja Antar Daerah Tidak Seimbang.
Jumlah angkatan kerja di suatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedang di daerah lain dapat terjadi sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja ke daerah lain, bahkan ke negara lain.


D. DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP PEREKONOMIAN
Pengangguran secara tidak langsung berkaitan dengan pendapatan nasional. Tingginya jumlah pengangguran akan menyebabkan turunnya Gross Domestic Product. Makin banyak barang dan jasa yang dihasilkan, makin tinggi pendapatan nasional bangsa itu, yang memungkinkan dilakukannya tabungan yang selanjutnya dapat digunakan untuk investasi, selanjutnya investasi akan memperbesar kesempatan kerja.
Masalah lain yang berkaitan dengan pendapatan nasional dan kesempatan kerja adalah tingkat produktivitas tenaga kerja. Pendapatan nasional akan naik jika terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja.


E. USAHA UNTUK MENGATASI PENGANGGURAN
1. Memperluas Kesempatan Kerja.
Dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kegiatan ekonomi yang sudah ada, maupun dengan menambah kegiatan ekonomi yang baru. Menurut Prof. Soemitro Djojohadikusumo, usaha perluasan kesempatan kerja dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengembangan industri.
2. Melalui berbagai proyek pekerjaan umum.

2. Penurunan Angkatan Kerja.
Diantaranya dapat dilakukan dengan peningkatan program Wajib Belajar 9 Tahun bagi anak usia sekolah.

Dalam rangka pemerataan tenaga kerja dan kesempatan kerja, perlu ditingkatkan berbagai langkah, antara lain:
1. Pendayagunaan angkatan kerja dari daerah yang kelebihan tenaga kerja ke daerah/negara lain yang membutuhkan tenaga kerja.
2. Pengembangan usaha kecil dan tradisional serta sektor informal yang dapat menyerap banyak tenaga kerja.
3. Pembinaan angkatan kerja usia muda, agar dapat mengisi tuntutan latar belakang pendidikan/kemampuan yang diperlukan.


































PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

A. PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Prof Sumitro Djojohadikusumo mengemukakan definisi Pertumbuhan ekonomi ialah proses peningkatan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, yang diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Secara konvensional pertumbuhan diukur dengan kenaikan pendapatan nasional (GNP) per kapita.

Pembangunan ekonomi ialah usaha untuk menambah peralatan, modal dan skills agar satu sama lain membawa pendapatan per kapita yang lebih besar dan produktivitas yang lebih tinggi.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
1. Masalah tekanan penduduk,
a. Adanya kelebihan penduduk atau kenaikan jumlah penduduk yang pesat, hal ini dikarenakan menurunnya tingkat kematian dan makin tingginya tingkat kelahiran.
b. Besarnya jumlah anak-anak yang menjadi tanggungan orang tua, hal ini dikarenakan tingkat produksi yang relatif tetap dan rendah.
c. Adanya pengangguran di desa-desa, hal ini dikarenakan luas tanah yang relatif sedikit jumlahnya dibanding penduduk yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
d. Kurangnya keterampilan dasar yang diperlukan agar penduduknya mudah menerima pembangunan. Hal ini dapat dicapai apabila beberapa pengetahuan dasar telah dimiliki penduduk dalam hal membaca dan menulis.

2. Sumber-sumber alam yang belum banyak diolah atau diusahakan sehingga masih bersifat potensial. Sumber-sumber alam ini belum dapat menjadi sumber-sumber yang rill karena kekurangan kapital, tenaga ahli dan entrepreneur.

3. Kekurangan kapital disebabkan oleh karena rendahnya tingkat investasi. Rendahnya tingkat investasi disebabkan karena rendahnya tabungan, hal ini dikarenakan rendahnya tingkat penghasilan. Rendahnya penghasilan karena disebabkan oleh tingkat produktivitas yang rendah daripada tenaga kerja, sumber alam yang belum diolah, kapital, tanah dan keterbelakangan penduduk.

4. Produsen barang-barang primer, hal ini disebabkan karena memiliki faktor produksi tanah dan tenaga kerja yang relatif banyak.

C. DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
1. Pembangunan di masa yang akan datang semakin ditandai oleh perkembangan industri.
2. Pencemaran di kota-kota besar.
3. Masalah keadilan dalam memikul biaya sebagai akibat pengrusakan sumber daya alam dan pencemaran di kota-kota sudah menjadi masalah social politik yang mendesak.
4. Terdapat pembuangan limbah industri, pencemaran udara yang berkaitan dengan pembangkit listrik, industri dan transportasi.
5. Akibat kepadatan penduduk yang tinggi, maka investasi dalam penyediaan air bersih dan pemeliharaan sanitasi kurang memadai sehingga membawa dampak terhadap kesehatan.
6. Akibat intensifikasi dan ekstensifikasi yaitu tanah yang semakin terbatas di bidang pertanian, menimbulkan kemerosotan mutu lahan akibat penggunaan pestisida dan insektisida serta pupuk yang berlebihan juga pemborosan terhadap sumber air .
7. Menimbulkan kerusakan ekosistem dan membawa dampak terhadap lingkungan hidup.














Wirausaha

DESKRIPSI WIRAUSAHA

Seseorang yang baru saja diwisuda, sedang berpikir akan bekerja dimana dan menggeluti profesi apa ?
Pernahkan Anda berpikir, setelah lulus dalam suatu jenjang pendidikan formal dan siap terjun ke dalam masyarakat, apa yang akan anda lakukan? Mau bekerja dimana nantinya Anda?
Apakah hanya akan diam di rumah saja dan tidak mengaplikasikan ilmu yang dimiliki?Atau, ingin bekerja di institusi pemerintah? Atau, menjadi karyawan di perusahaan swasta? Atau, Anda akan membuka usaha sendiri dan menciptakan banyak lowongan pekerjaan bagi banyak orang. Dimana Anda akan bekerja bagi diri sendiri dan bukan bekerja untuk orang lain. Sehingga yang Anda lakukan akan memberi kontribusi besar bagi pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran di Indonesia.
A. Pengertian Wirausaha
Wirausaha merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menangkap peluang bisnis, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan mengambil tindakan yang tepat dalam memastikan keberhasilan.
Gambar di samping merupakan salah satu contoh kegiatan seseorang dalam menjalankan suatu bentuk wirausaha.
B. Ciri – Ciri dan Watak Wirausaha
Seseorang dapat dikatakan sebagai wirausaha apabila ia memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1. Percaya diri
2. Berorientasi pada tugas dan hasil
3. Pengambilan resiko
4. Kepemimpinan
5. Orisinalitas
6. Berorientasi pada masa depan
Watak yang melekat pada seorang wirausaha adalah :
1. Keyakinan, kemandirian, individualitas dan optimisme
2. Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras mempunyai dorongan kuat, energik dan inisiatif
3. Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan menyukai tantangan
4. Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik
5. Inovatif dan kreatif serta fleksibel
6. Pandangan ke depan perspektif
Sebagai contoh renungkanlah ilustrasi berikut ini :
Fahmi tinggal di sebuah rumah dengan halaman yang cukup luas yang letaknya dekat dengan stasiun kereta api. Situasi ini dimanfaatkan oleh Fahmi dengan membuka usaha penitipan sepeda motor di halaman rumahnya, ini dilakukan olehnya setelah ia mengamati banyak penumpang kereta yang membawa motor sampai di stasiun sebelum melanjutkan perjalanannya. Usaha in ternyata memberikan hasil yang lumayan, dan dapat dipergunakannya untuk menghidupi keluarganya. Cerita ini menggambarkan betapa Fahmi memiliki ciri dan watak sebagai wirausahawan, dimana ia melakukan usaha dengan percaya diri, berorientasi pada hasil, kreatif, berani mengambil resiko dan memiliki visi pandangan ke depan.
C. Sifat – Sifat Yang Harus Dimiliki Wirausaha
Untuk menjadi seorang wirausahawan yang sukses, diperlukan sifat – sifat sebagai berikut :
1. Terbuka pada pengalaman
2. Melihat sesuatu dengan cara pandang yang berbeda
3. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
4. Memiliki rasa tepo seliro (toleransi yang tinggi)
5. Mampu menerima perbedaan
6. Independen dalam pertimbangan, pemikiran dan tindakan
7. Membutuhkan dan menerima otonomi
8. Percaya pada diri sendiri
9. Berani mengambil resiko
10. Tekun dan ulet
Gambar di samping menunjukan seorang wanita yang sedang berjualan barang-barang kelontong, dengan tekun dan ulet ia menjajakan dagangannya dengan berjalan kaki keliling kampung. Hal tersebut merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki dalam melakukan kegiatan kewirausahaan.
D. Syarat – Syarat Wirausaha
Setiap wirausahawan pasti ingin sukses dalam menjalankan usahanya. Untuk itu seorang wirausahawan harus membekali dirinya dengan hal – hal sebagai berkut :
1. Memiliki sikap mental yang positif
2. Mampu berpikir kreatif
3. Rajin mencoba hal – hal yang baru ( inovatif )
4. Memiliki motivasi dan semangat juang yang tinggi
5. Mampu berkomunikasi
SEKTOR-SEKTOR WIRAUSAHA
Kegiatan Wirausaha dapat kelompokan ke dalam 2 sektor yaitu :
1. Sektor Usaha Formal
Yaitu sektor usaha yang membutuhkan syarat – syarat tertentu agar dapat melakukan kegiatan usaha misalnya izin usaha, dan biasanya bermodal besar serta memiliki kepastian hukum. Contohnya : kontraktor, biro perjalanan, karoseri, dll.
2. Sektor Usaha Informal
Yaitu usaha perekonomian masyarakat yang omzetnya tidak terlalu besar, kebanyakan tidak memiliki izin dan belum membayar pajak. Usaha ini biasanya menggunakan modal yang relatif lebih kecil. Contohnya : Pedagang kaki lima, tukang tambal ban, dan lain-lain.

SIKAP DAN JIWA WIRAUSAHA
Pernahkah Anda membayangkan akan menjadi seorang wirausahawan yang sukses seperti mereka ?
Bob Sadino merupakan contoh seorang pengusaha Indonesia yang sukses menekuni bisnis makanan. Berkat keuletan dan semangat pantang menyerah Ia memulai karirnya dari bawah, bahkan ia pernah menjadi seorang supir taksi dan kuli bangunan. Bisnis makanan yang ditekuninya berawal dari usahanya memelihara beberapa ekor ayam hasil pemberian seorang teman. Ia memelihara ayam-ayam tersebut untuk diambil telornya dan dijual, usaha ini kemudian berkembang menjadi besar. Ekspansi bisnisnyapun mulai dilakoni dengan membuka supermarket Kem Chicks di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Usaha ini kemudian meluas dengan usahanya di bidang agribisnis dan holtikultura. Kini ia terkenal sebagai pemilik tunggal swalayan Kem Chicks dan Kem Food (Pabrik pengolahan daging) serta pengusaha sayuran hidroponik. Keuletan, semangat pantang menyerah yang dibarengi dengan rasa percaya diri dan keberanian mengolah resiko, merupakan sikap dan jiwa yang harus dimiliki seorang wirausahawan dalam mengembangkan usahanya.